Pemilu 2024: Insights

Pemilu 2024: Insights

Setelah kurleb melewati gejolak perpolitikan setahun terakhir, setidaknya ada beberapa insight yang ingin saya share terkait pemilu 2024:

1. setiap kita punya identitas majemuk

melihat bagaimana isu politik identitas menjadi “gorengan” empuk yang selalu disajikan dalam tiap pemilu, membuat saya berfikir, apa iya cuma paslon 01 yang demikian?

sebenarnya tanpa sadar 02 dan 03 pun melakukan demikian. Bedanya, kalau 01 dikaitkan dengan pemilih muslim, sedangkan non-muslim atau yang digolongkan sebagai mioritas lainnya lazim diasumsikan akan memilih 02 dan 03.

Ada kawan yang celetuk, rakyat indonesia itu masih rasis, sulit lah milih 01. Lho? Kenapa? Iya, kan Pak ABW ini keturunaan Arab. Bukan orang keturunan Jawa.

Ah iya, saya baru nyadar. Jadi sebenarnya Pak ABW ini juga mewakili kaum minoritas lho, bukan hanya tionghoa saja yang dianggap minoritas toh? Saya cukup amaze dan tersadar ketika beliau bisa boso jowo, oh iya, beliau kan tumbuh besar di Jogja.

Dari segi ideologi, bagi golongan ekstrem kanan, pak ABW ini bisa dibilang agak liberal karena lama tinggal di US, pernah menjadi rektor kampus yang dikenal cukup liberal. Meskipun kalau dilihat dari kebijakannya selama menjabat Gubernur, kental juga dengan tema2 sosialis. Sedangkan, bagi golongan liberal, karena (mungkin) statusnya sebagai keturunan Arab, dikelilingi tokoh2 Muslim yang dikenal “radikal”, jadi seolah2 beliau ini “terlalu Islam”, fear mongering.

Dari situ terlihat bahwa setiap orang punya identitas yang majemuk dan spektrum kepribadian yang luas. Pilihan akan satu calon tertentu menunjukkan bahwa ada irisan spektrum dan value antara kita dengan calon tersebut. Ini juga setidaknya bagi saya memberi penjelasan, “kok bisa siih, dia milih yang itu?”, karena bisa jadi ada irisan spektrum yang belum saya fahami terjadi di antara mereka.

2. Common sense.

Gelombang rakyat yang menginginkan perubahan menunjukkan bahwa masih ada common sense yang dimiliki negeri ini. Bahwa politik (dalam hal ini pemilu) adalah medium yang netral. Mungkin ia sudah terlalu lama dikenal sebagai tempat yang kotor, tapi bukan berarti orang jujur dan baik tidak boleh berpartisipasi untuk bersuara.

Jika politik adalah permainan–sebagaimana dunia ini adalah permainan, bermainlah yang fair, milikilah rasa malu. Pilihlah yang bijak, gunakan akal sehat, jagalah terus nurani.

Common sense ini dimiliki ragam kalangan, bukan hanya golongan tertentu saja. Membuat saya terharu bahwa ternyata kita tidak sendirian. Tidak sendirian misuh-misuh, tidak takut pada celaan orang yang mencela. Hingga akhirnya semakin kuat dan yakin untuk terus berada pada jalan yang dipilih.

3. berharap, kecewa, berharap lagi.

Saya pernah menuliskan beberapa tokoh politik di blog pribadi saya. Bagaimana saya menaruh kekaguman karena integritas dan “konkret”nya beliau-beliau. Tapi bertahun-tahun setelahnya ada kabar tentang bagaimana salah satu di antaranya terlibat korupsi, atau bagaimana salah satunya terlibat politik yang “terkesan pragmatis”—setidaknya dalam kacamata saya.

Tidak sedikit pula tokoh maupun wargi yang secara terang2an menyatakan kekecewaannya bagi Pak Pres yang dipilih & didukung selama 2 periode terakhir. Tapi kemudian mereka memutuskan untuk kembali memilih (tidak golput) di pemilu periode ini.

Manusia dengan harapan-harapannya, adalah wajar jika kemudian ada kecewa. Tapi harapan itulah yang akhirnya membuat bertahan, untuk terus berjalan lagi dan melanjutkan hidup. Mencapai suatu target dan cita-cita lagi.

Terus meyakinkan diri bahwa “we’re all here for a reason”.

Bahwa kita ditakdirkan menjadi warga Wakanda, eh, Indonesia, tentu dengan sebuah alasan, dan semoga alasan tersebut adalah karena kita dianggap mampu memperbaiki kondisi yang sedang carut marut ini. Jadikan kehadiran kita menjadi alasan hadirnya kemakmuran di muka bumi, bukan malah sebaliknya.

Dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia, menimbang dan menakar dari segala pemberitaan media, debat ke debat, isu yang ini dan itu, pada akhirnya pilihan kita tidak bisa full sempurna memuaskan, bahkan untuk diri kita sendiri.

Maka setelah menyempurnakan ikhtiar, memasrahkan kembali segalanya kepada Allah akan menjadi energi kita, agar tak kehabisan sumbu untuk menyalakan harap.

4. Yakin boleh, sombong jangan.

Manusia adalah kumpulan dari pilihan-pilihan yang ia ambil pada masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Ada pilihan yang diambil secara sukarela, ada yang terpaksa. Ada pilihan yang memberikan banyak manfaat positif dan kebahagiaan, ada yang melahirkan kerugiaan dan kesengsaraan.

Pilihan kita bisa jadi benar, bisa jadi salah. Oleh sebab itu, yakin dan optimis itu perlu dan harus. Tapi jangan sampai terlalu gelap mata, taklid buta hingga jatuh pada kesombongan. Toh, pada akhirnya pilihan kita masing-masing akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kelegaan bukan hanya ketika pilihan kita menang dan membahagiakan, tapi ketika kita yakin bahwa ini adalah ikhitiar agar senantiasa berpihak pada kebenaran.

Al-haqqu min rabbik falaa takunanna minal mumtariin.

Leave a comment